Selasa, 05 Agustus 2014
Puisi Kemenangan
Kemenangan itu seperti sungai, deras dan meliuk.
Kemenangan menghanyutkan semua amarah dan benci.
Kemenangan menghibur telaga kecil yang menangisi kekalahan.
Kemenangan mengaliri bahagia pada hati yang luka.
Kemenangan menyambut hulu dengan suka.
Kemenangan mendatangi hilir dengan sekuntum bunga.
Kemenangan menghibur teluk dengan musik dan tari.
Kemenangan ini kutitip dihatimu, untuk mengobati rindu.
Pasia Nan Tigo, Enam Agustus 2014
Senin, 19 Mei 2014
Puisi Kuberi
Gadisku meminta puisi. Menyusun judul pada lembut matanya. Bibir memeluk kata demi kata. Paragraf mengurai dalam manis senyuman. Hitam alis menggaris lembar kalimat. Gaya yang enteng tak cukup mengisi bait. Aku hanya bisa memberi puisi. Gadisku, hanya bisa memeluk puisi. Kututup syair dengan cinta, rindu, getar dan mimpi. Puisi ini begitu sempurna di wajahnya.
Jumat, 21 Februari 2014
Menyesali Api
Kembali mengantar api.
Mengumpul dari dua atau tiga bara yang lupa.
Syetan apa yang mengiringi, tak tau.
Panasnya mulai jelas ketika ujung diraup bibir.
Asap begitu cepat keluar, karena takut, karena malu, diintip dari jendela yang ragu.
Bumi yang sesak mengulas nafas, terengah, berputar tak jelas.
Hilang terasa, menggenggam keras, lembut meraut, lama tak diraba.
Menyesal membawa api, jalan menjadi pendek, waktu menjadi cepat.
Air menyirami panasnya, tisu mengeringi asapnya, menyesal membawa api.
Mereka menutup bara, semoga tidak menjadi api, tidak lain kali atau ingin menyesal lagi.
Selasa, 14 Januari 2014
Rindu yang tak siap...
Hati masih meraba-raba tatapmu dalam penantian.
Rindu yang kau tebar, mengukir hasrat yang kuat pada waktu sempit.
Pelukmu yang datang, tak hangat menutup malam disudut kota.
Ruang menjadi gelisah, lampu-lampu yang redup tak siap menerangi nafas ini.
Ingin kubendung senyummu yang makin pudar, ingin kupagar langkahmu yang tak sabar.
Sayup nafasmu membelai subuh yang datang, disentuh detak jantungmu tak kuat membuka pagi.
Melepas rindu yang tak siap, kau semakin jauh, seperti dulu yang hilang...
Kayu Kalek, 15 Januari 2014
Kamis, 31 Oktober 2013
Sungai, dermaga dan pelukan
Nafasku bergerak menyusuri sungai ketika langit mulai menyapa.
Kulihat wajahmu berbinar diukir hulu.
Dengan hati-hati kupangil redup dan lembut matamu.
Kau menyahut lirikku, tapi kibasan angin dirambutmu menutup segera.
Sedikit malu kutangkap dari rona dipipimu.
Kau menunduk menyentuh air agar tak terlihat.
Kembali kutunggu angin membuka lirikmu.
Nafasku berpacu dengan suara ombak.
Angin dan deru mesin menggangu hasratku.
Sepertinya habis sisa lirikmu.
Tetap kutunggu pada tepi dan pinggir yang sama.
Kucoba meraup bayu dan desir angin esok pagi.
Untuk bisa mememeluk bayangmu di telaga.
Buat istriku tercinta, we love you..
Batang Anai..November 2013
Jumat, 05 Juli 2013
Diam-diam
Kau menyukaiku diam-diam.
Aku menemukan bebera bantal yang kusuka.
Kau membuatnya begitu banyak dan hati-hati.
Kau berharap aku menidurinya.
Kau mengikuti ku diam-diam.
Aku mebaca majalah yang tak pernah kau beli.
Kau melihat artis yang kusuka.
Kau membuat atau lagu yang terlena.
Aku mencari mu diam-diam.
Telpon, teman, fb, blok atau blog, kota dan telingga.
Kau tak ku terlihat
Aku temukan ‘give me one reason-tracy chapman (1995)’ pada 2013
Ternyata (mungkin), kau mencintaiku diam-diam.
Getar dan Tua
Pertemuan ini menumpuk janji, menyisip hasrat yang mati.
Delay, lampu merah, telpon yang mati membuat gemetar.
Aku akan mengirim senyum untuk menyambutmu.
Seperti pertemuan keberapa, matamu tetap gusar.
Wajahmu terlihat hati-hati, menjalar dingin ke jari yang tersentuh.
Angin memungut asap kota ini, berjuang untuk tetap tenang.
Ini semakin tua, memacu getar jatungmu, menyesak tali nafasku.
Kita menjadi tua, seperti uban yang tak terhitung ditubuhku.
Dermaga menunggu tua, mungkin tak kuat menahan jalar rindu ini.
Pelayan, parkir, mobil membuat kau bergegas.
Mimpi menjadi patah, dalam jamuan yang tak habis.
Langganan:
Postingan (Atom)