Selasa, 23 September 2008

segera




Pulang

Suaramu mulai meraba pelan dinding-dinding anak telingaku. Tetes kalimat berjatuhan begitu lembut mengalir mendekati titik-titik perasaan yang lama hilang. Paragraf-paragraf tersusun latah menari-nari diujung lidah mulut mungilmu. Sedikit rengekmu membuat anganku menghitung waktu yang tersisa. Susah kutiup kata yang keluar agar kau tak sedih dengan penantian ini. Susunannya pun sudah menyamai syair pujangga tua yang hidup dengan beribu cinta. Jari-jari kecil dan halus seperti meraba lembut ujung-ujung kulit rinduku. Matamu yang hitam bening melayangkan binar-binar ceria disekeliling otak kecilku. Igatanku melintas pada tawamu yang renyah dan membuat alismu selalu sedikit menekan bundar matamu, rona merah juga bermain-main disekitar lesung pipitmu.
Gelora ini mulai melanda sudut-sudut takbir cinta yang kunati. Rayuan yang kau ulang-ulang tentang petani yang pergi, sawah yang retak, semak yang hilang, tebu yang patah, ladang yang kering, dan angin yang tak lagi bertiup memacu rencana tidurku. Ingin rasanya kuntempuh gelap bumi, ingin rasanya kudaki hitam pelangi, ingin rasanya kubakar mentari untuk segera membuka pagi dan membawa segera pulang hati ini.


Padang Sarai, 22 Sept 2008

Senin, 15 September 2008

tak pasti


Dongeng untuk peladang
Kupinjam dendang untuk dongeng peladang. Begitu risih keluar dipunggung bukit nantikan hujan dari mata. Kebun yang sujud menunggu ladang menuai gerimis. Alang-alang mendekap petani dengan senja yang merah. Sawah lelah menanam kelabu yang singah. Pagar-pagar menutup dahaga semak-semak yang mencakar. Begitu resah menunggu sinar di ufuk mentari. Wajah langit miris ditiup mulut halilintar. Membuat mekar lumpuh dalam debu.


Kerbau letih membajak siang dengan luka sembilu. Mimpi terang hilang direnggut gelap gemuruh. Burung-burung menangisi lapar ditirai bayang orang-orang ladang, pulang ini hanya menutup janji, sarang yang ditinggal menunggu panas telapak dan lumpur yang hinggap. Hasrat terbawa dalam pagi sedikit sedih dirantai napsu. Lusuh menuai panen bibit surga yang tak pasti.




Gunuang Malintang, 13 Sept 2008