Jumat, 19 Maret 2010

pondok



Pondok kecilku dan perjalanan kematian

Pa, aku bikin pondok kecil dibelakang rumah. Aku ingin kita duduk di ujung sore membahas love is blue-nya paul mauriat dan dare to dream-nya yanni dengan sedikit hidangan teh. Hangat tubuh mu ketika memeluk tidurku yang dingin oleh gerimis malam. Sedikit yang kuingat tentang mu (pada Jakarta, 1983).

Lex, aku bikin pondok kecil dibelakang rumah. Aku ingin kita duduk di ujung sore membahas crazy love-nya rod steward dan the great pretender-nya freddie mercury dengan secangkir kopi dan sebatang rokok. Ujung rambutmu yang panjang selalu menimpa wajahku diatas skutermu. Kau mengantar dan menjemputku ke rumah teman mu, untuk kutinggalkan sedikit hasrat remajaku. Banyak yang ku ingat tentang kebaikanmu (pada Payakumbuh, 1991)

Joe, aku bikin pondok kecil dibelakang rumah. Aku ingin kita duduk di ujung sore membahas tear in heaven-nya eric clapton dan still got the blues-nya gerry moore, dengan selinting daun dari ujung pulau ini. Kita sering jalan melintasi gelapnya malam entah untuk apa. Kita tak pernah berhenti sampai tubuhku berdarah. Kita tidak pernah takut sampai tubuhmu hilang untuk beberapa saat. Banyak sekali yang kuingat tentangmu dan kenakalan kita. (pada Jakarta, 2009).

Aku masih memikirkan (akhir Maret, 2010) yang akan kita bahas dan aku hidangkan, ketika kita duduk bersama dipondok kecil belakan rumahku.


Taman Firdaus, E14

Jumat, 05 Maret 2010

semoga



...semoga ujian

Gemuruh pun terjadi, walau isyarat dari kilat sering menyambar hari-hari kami. Seperti nasehat hidup, kita harus jalani. Entah ini takdir, pesan atau ujian. Rasanya membakar mata hingga mengeluarkan panas. Panaspun membendung kantuk hingga menyambut subuh dengan gelisah. Ini mungkin sedikit lama untuk kalian.

Ingin kututup puisi ini, karena begitu rendahnya kehidupan ini. Sepertinya akar zaman mulai menginjak ubun-ubun. Kami tau Tuhan takkan mau menimpa kekuatan kami yang kecil ini. Walaupun tegar diwajah hampir membuka hati kami. Sabarlah Dek, tenanglah Nak, kita hadapi ini seperti duapuluh, sepuluh, atau setiap jengkal hidup ini. Dan kita belum mati.

Aku masih melihat senyum Mama, dan Papa di alam sana. Kita doakan dia, dia akan mendo’akan kita, dan kita berdo’a bersama-sama.

Nunang, 3 Maret 2010