Kamis, 28 Mei 2009

nenek


Peladang

Nenekmu begitu kuat.
Ia bangun pagi untuk menyayat subuh dengan doa-doa dilangit.
Langkahnya selalu mengintai kebun-kebun berembun dan sunyi.
Mungkin ada bekas telapak kaki harimau, ular, atau beruang yang ia injak.
Tapi api didada nenekmu mencambuk binatang-binatang itu dan lari kegelab hutan.
Pisau kecilnya yang haus mengores nadi-nadi pohon tua.
Kulit-kulit menjadi lembut dan menyerah sampai tak satupun yang tersisa hinga surya mulai membakar.

Tangannya yang lusuh dan hitam memungut pahala yang menetes.
Hatinya yang iklas dan teduh menyelimuti kita sekeluarga.
Nak, senyum nenekmu masih lembut menimbang hasil hari ini.

Domo, 27 mei 2009

Minggu, 26 April 2009

jeruji



Jaka Tuak

Seperti biasanya kau bikin mabuk puisiku...
Berhari, berbulan, bertahun jeruji itu menikam hari-harimu.
Temanmu berganti dinding yang lusuh.
Pikiranmu lelah menghirup senja yang datang.
Malampu tak bisa tidur mendengar gelisahmu.
Gelap yang datang takut mengintai masa depanmu,
mungkin terlalu banyak yang kau hirup,
sampai hantupun tak mau mendekati.

Siang itu kembali merenggut ujung nafasmu.
Beribu tangis dan tertawa megantarmu kepelukan penjara.
Kau masih melewatinya dengan mabuk.
Butir ini masih menyenagimu untuk merusak puisiku.
Hari-hari akan kembali lama tampamu.
Para sipir itu pun tertawa karen aku lupa menjemput puisi ini
Maaf kali ini aku mungkin tidak lagi menjengukmu...

Lapas Batusangka, Maret 2009

Senin, 16 Februari 2009

robert cresley 1926


Cemburu

Dan pertemuan sore ini seperti neraka yang kau bangun dari pagi pergiku.
Bola matamu meliuk tak seperti biasanya di sekujur tubuhku.
Bibir merahmu dikelilingi bara menyambut salamku,
kata-kataku menjadi merunduk-runduk keluar dari anak lidahku,
sebagian nafasku jadi enggan untuk lepas.
Kelopak matamu memukul-mukul punggung kornea hitam,
untuk terbang secepat mungkin melihat isi otakku.
Harapmu membuka sebuah dusta dari kalimat yang kususun.
Pikiranmu berkelana mengeruk kamar-kamar dadaku untuk temukan
sebuah penghianatan. Setiap detik darahmu merobek-robek nyaliku
hingga kebibir benci.
Lagi-lagi, sepertinya ada dusta yang kau tunggu dari pernyataanku,
sepertinya ada cela yang kau harap dari perlawananku,
dan seperti kemaren jerih payahmu lagi-lagi membakar kelelakianku.
Kuharap kau jujur untuk cinta atau,
kau cemburu.

Seperti robert cresley di 1926,
untuk cinta – aku mau
merobek kepalamu dan meletakkan
sebuah lilin dibelakang mata,
cinta mati dalam diri kita
bila kita lupa
kebaikan dalam sebuah jimat
dan kejutan yang cepat.


Koto Tangah,

menuju ladang salju


Air

Pagi ini orang-orang menanak tanah sebelum kesawah sambil mengasapi lumpur dengan abu jerami. Para gelandangan menelan pasir untuk mengores dinding tenggorokan yang gatal dari pinggir-pinggir jalan. Aku mengelus kening anak-anak dengan ujung-ujung peluh agar tidur dan mimpi tentang telaga. Nak, ingin rasanya menguapi danau dengan mentari dari kaki dermaga. Nak, ingin rasanya membakar laut dengan halilintar dari pinggir geladak, agar ibumu tidak lagi membakar nasi dengan dahaga.
Sungai tak lagi buas mengaliri hidup. Dinding-dinding cakrawala lumpuh dan tak mampu melukis pelangi. Hari menyapa bulan demi rindu pada langit yang menyimpan embun untuk turunkan hujan besok pagi.
Kalau tidak
kami pergi saja
untuk rencana membuka ladang salju.

Lembah Harau, 14 Januari 2009

Kamis, 15 Januari 2009

perubahan


Desa-kota

Kota rindu desa. Membuat hubungan selama ini menjadi kejahatan sosial. Air telaga yang melalui ranting-ranting dan daun bukit menemani individu-individu yang frustasi dalam perjuangan terbatas. Anak lembah mulai takut dan bersembunyi dipinggir desa. Mekanisme yang ada mempertahankan kestabilan ritual. Namun kota tetap mengulur kaki dijernih telaga desa. Keseimbangan menjadi terganggu dan tidak stabil dalam keragaman waktu. Sungai turut sedih menjemput bening air yang menelusuri pinggir desa. Sangsi-sangsi yang terjadi menjadi goyah kearah perubahan. Embunnya takut mendekati kaki-kaki kota yang masih memecah anak-anak telaga. Beberapa dekade mengalahkan kecendrungan formal. Walaupun sebagian anak kota rindu hinggab diujung ranting pinggir sungai dan ingin berkaca pada bening air telaga. Perubahan ini menjadi instrumen dalam mengungkap konflik desa-kota.


Bukittinggi, 13 Januari 2009