Rabu, 11 Juni 2008

hasrat



Penganten

Pagi ini begitu banyak yang mengantar
Cinta, kasih, raga, jiwa dan hasrat yang mengebu
Debaran hati sedikit menyiksa dan mengolok-ngolok kelelakian
Hingga semangatpun tetap menyeret hasrat ini

Sebagian pengantar kelihatan ciut
Kelokan, bantuan dan pohon yang akarnya menjangkar ubun-ubun
Tapi hasrat ini semakin menusuk hati yang menggebu
Pedang, perisai dan rayuanpun mulai mengipas dahaga

Di arena sambutan begitu bergemuruh
Cinta, kasih, raga dan jiwa yang hampir layu,
bangkit dari hasrat-hasrat yang terkumpul
Membuat siang, senja, malam dan pagi berlutut pada bumi
... mohon jaga hasrat ini.
Durian Tinggi, 16 November 2000

Senin, 09 Juni 2008

jiwa


Sketsa Kedatangan

Subuah mulai dari tatap matamu
Menarik alis-alis yang sempurna
Dari kata-kata yang kuulangi
Ritme mu membentuk tarian-tarian

Dalam garis-gasris yang kau libatkan
Memaksa kata-kata dicandai
Memintal hati yang teraba
Hingga getarmu mengiris waktu

Misteri-misteri yang yang menidurkan
Menggoda sisa-sisa keinginanku
Sampai binar kulihat ragu
Dalam diam yang kau sambut

Tersenandung setiap langkah yang ditapaki
Membuat mataku tak mengerti
Seperti juga rumah ini menggelinjang
Kenapa mesti sunyi melaut

Telanjang sketsa itu kulukiskan
Ternikmati matamu dalam kelam
Melena kecemasan setiap wajah
Membuat kedatangan ini menjadi penjara
Padang, Desember 1999

lirik



Pestamu Merayu

Sebaiknya kutanya hari
Untuk lewat depan rumahmu
Seredup cahaya kerudung asap yang tersisa
Dinginnya kubawa pulang untuk sisa santaiku
Terintai liuk teras dari serambi yang kau buang
Gelangmu merangkul hati yang te-rayu
Menjangkar kain putih pintu kaca
Bekunya membelai rasa yang hilang

Kata-katamu menatap lidah mungil
Berapa kalimat menipu mimpi yang tertulis
Berapa teriak menembus hati-hati
Coba telanjang melihat cinta yang kau tunggu
Mungkin aku tak-kan kenal jalan pulang

Sepertinya matamu mengenalkan sedikit malam
Kabarkan pesta-pesta yang bertabur aroma
Sentuhkan juga sedikit bungga untuk gelisah tetangga
Sebagai pengantar gelas-gelas yang terakhir
Semoga esok lirik-ku tak lagi takut menulis lagu pada dinding pintu
Padang, Maret 1999

menyusu


Balada Bayi Sinting

Bayi-bayi yang menangisi cerita bangsa
Dengan senyum api dari mulut naganya
Melintasi aksi-aksi terpendam
Disenyumi bagai komedi penghianatan

Nama kami memang telah rusak
Dijalan-jalan, dilorong-lorong, dimana saja
Kami datang dalam kutukan orang-orang
Dari goa-goa kelam penuh dendam

Jangan lihat kami dengan kesal
Jangan bilang kami tukang onar
Kami memang sudah gila
Kami telan semua bahaya

Gemuruh suara dengan tangan mengudara
Sang bayi berkhayal mempesona
Mengaungi relief-relief tak berguna
Dengan bekas bara pijakannya

Kami akan tetap melangkah
dengan menjual
jiwa kami
hidup kami
tubuh kami
tapi, tidak iman kami
untuk kemenangan yang kami khayalkan

Loncatan-loncotan irama perlawan
Diludahi oleh simulut setan
Membius otak si bayi malang
Saat menyusu dan tidur pelan-pelan

Padang, Mei 1998

selimut


Asap Temanku

Mimpi-mimpi yang ditiduri sisa malam
Membuat langkah-langkah kehilangan hasrat
Menerawangi setiap asap yang dihembuskan
Hingga lantai-lantai itu mulai berputar

Perasaan menakutkan saat dada mulai sakit
Seperti perih, telananku memejam
Perasaan menakutkan, saat bibir mulai pecah
Keinginan ini begitu disesalkan

Asap-asap mulai menusuki jiwa
Membongkar hati dengan kata berserakan
Mumbuat malamku sangat mangantuk
Ingin rasanya mengahbisi dengan tidur

Sepertinya asap-asap itu mulai marah
Membuat kejatuhan ini begitu sempurna
Melukiskan goresan-goresan kotor
Dan gigilan jari yang mulai melemah

Seperti malam sebelumnya
Masalah ini belum terpecahkan
Hingga temanku menemukan asap yang sempurna
Saatnya kutarik selimut untuk menghabisi
sisa mimpiku..
Payakumbuh, Maret 1996

Minggu, 08 Juni 2008

senja

Kebaya Putih

Kebaya putih melirik kata
Ditulis pada cinta yang ditata
Dalam bunga indah benang kenangan

Kebaya putih menerawang hati
Memikat setiap mata yang terlena
Dengan serat emas sutra cinta

Kebaya putih tanpa selendang penutup raga
Kurajut senja untuk rindu yang terpendam
Pada sisa kain putihmu

Pariaman, Oktober 2008