Selasa, 15 Juli 2008

tabur






Kedatangan

Ragu kusentuh pada tinggi kotamu, dinginnya sedikit menusuk rindu akan senyum manis bibirmu. Pertemuan ini sedikit sempurna, kulit putihmu meraut siang dengan sinar mentari. Pipimu yang merona membakar simponi dengan noktah-noktah ceria. Kata-kata meronta hati disusun lembut bibir merahmu membuat mabuk tiga dimensi.

Tak kulihat air mata dari kisah sedihmu, kerudung putih yang kau suka menarik lembut jerit hatimu, sempurna kau redam resah jiwamu. Letih ibu mendulang subuh merekah tangis dalam mimpi-mimpi yang kau nanti.

Matahari yang kau tungggu akan muncul diufuk samudra. Sinarnya melukis ombak dengan buih mutiara. Cahayanya memeluk camar dengan butir-butir permata. Silaunya akan membias langit dengan merdu pelangi.

Kedatanganku bukan untuk cinta, tapi tetap kutabur bunga.



Bukittinggi, 8 Juli 2008

Jumat, 04 Juli 2008

bakar



Menunggu

Pagi ini Ibumu nenanak batu dengan air mata. Tolong jagan kau selingkuhi tungku itu, baranya akan menghangusi tangismu dengan isakan. Biarlah asapnya keluar mengabari pada tetangga dan negeri ini. Ibumu memang perkasa, ia meniupkan darah ke tungku agar adik-adikmu tetap menyusu.

Jerit siang akan meremuk nadi bibirmu yang begetar disentuh lalat. Susu yang tak lagi kau minum menetesi kerak nasi disenyumi lewat jendela. Langkah senja akan kutanam dengan sisa nafamu, agar purnama menciumi pinta yang kujeda dipenghujung malam.

Kapan kau bakar negeri ini Nak…


Padang Sarai, 3 Nopember 2007

Selasa, 01 Juli 2008

sampai

Nasehat

Panas, sesak, ribut dan sore yang mulai mencium malam Pasar Minggu. Langit-langit bus mendekap wajah gelap penumpang yang rindu tujuan. Sinar lampu jalanan menyilaui kata-kata yang tetulis debu kaca jendela. Lagu-lagu pengamen pun berpacu dengan nasehat ku yang mulai membelai pikiranmu.

Kau begitu beruntung, cinta yang begitu sempurna menjemputmu dari balik asap terali, Mabuk yang begitu berat menjemput anggun malu dihati. Sawah menunggu ladang-ladang retak dan semoga ilalang ini menjadi padi. Doa Ibu dipematang menyirami bibit-bibit layu dengan air mata. Selendang cinta menyemai udara dengan pelangi pagi hari.
Anganmu habis dimakan dosa yang tak terampuni. Letih ibu, ayah, tergulung letingan asap pembungkus malam. Waktu terlalu banyak menyetubuhi usia, hari-hari menjadi lumpuh tetampar rasa malu.

Aku terlalu banyak bicara, harapku mengores otak dan getar wajahmu. Sedikit senyummu ditetesi redup cahaya terlihat tak mengerti...
mmm...Bekasi sudah sampai teman…

Jakarta 21 Janurai 2007