Kamis, 31 Oktober 2013

Sungai, dermaga dan pelukan

Nafasku bergerak menyusuri sungai ketika langit mulai menyapa. Kulihat wajahmu berbinar diukir hulu. Dengan hati-hati kupangil redup dan lembut matamu. Kau menyahut lirikku, tapi kibasan angin dirambutmu menutup segera. Sedikit malu kutangkap dari rona dipipimu. Kau menunduk menyentuh air agar tak terlihat. Kembali kutunggu angin membuka lirikmu. Nafasku berpacu dengan suara ombak. Angin dan deru mesin menggangu hasratku. Sepertinya habis sisa lirikmu. Tetap kutunggu pada tepi dan pinggir yang sama. Kucoba meraup bayu dan desir angin esok pagi. Untuk bisa mememeluk bayangmu di telaga. Buat istriku tercinta, we love you.. Batang Anai..November 2013

Jumat, 05 Juli 2013

Diam-diam

Kau menyukaiku diam-diam. Aku menemukan bebera bantal yang kusuka. Kau membuatnya begitu banyak dan hati-hati. Kau berharap aku menidurinya. Kau mengikuti ku diam-diam. Aku mebaca majalah yang tak pernah kau beli. Kau melihat artis yang kusuka. Kau membuat atau lagu yang terlena. Aku mencari mu diam-diam. Telpon, teman, fb, blok atau blog, kota dan telingga. Kau tak ku terlihat Aku temukan ‘give me one reason-tracy chapman (1995)’ pada 2013 Ternyata (mungkin), kau mencintaiku diam-diam.

Getar dan Tua

Pertemuan ini menumpuk janji, menyisip hasrat yang mati. Delay, lampu merah, telpon yang mati membuat gemetar. Aku akan mengirim senyum untuk menyambutmu. Seperti pertemuan keberapa, matamu tetap gusar. Wajahmu terlihat hati-hati, menjalar dingin ke jari yang tersentuh. Angin memungut asap kota ini, berjuang untuk tetap tenang. Ini semakin tua, memacu getar jatungmu, menyesak tali nafasku. Kita menjadi tua, seperti uban yang tak terhitung ditubuhku. Dermaga menunggu tua, mungkin tak kuat menahan jalar rindu ini. Pelayan, parkir, mobil membuat kau bergegas. Mimpi menjadi patah, dalam jamuan yang tak habis.

Kamis, 02 Mei 2013

Pneomothorak

Pagi itu nafas ini seperti tak bisa dipacu, Beberapa menit pendek dan terengah, Dada pun menolaknya. Pikiranku mencari rebah megatur atau meredanya. Seperti tak ada oksigen yang menghampiri hidungku.
Sangat adil Dia, menguji sabar ditengah kepanikanku. Seperti anugrah yang tak ku puja. Aku mulai meraba apa yang kutelan selama ini. Dalam nafas yang ku hina. Aku mulai mencari yang kuhirup selama ini. Ampunku menjadi tak sebanding. Untuk segumpal udara di didadaku. Pada nafas yang tersisa…