Senja yang hilang
Riak air menampar dinding perahu yang berlumut menekuk dayung-dayung kelasa. Capung-capung merah mengintai topi dan ujung kail pemancing, sesekali kakinya mengais lembut air muara yang hangat habis dipeluk bukit. Ujung-ujung sunset menyisir daun kelapa yang menari ditiup angin. Anak-anak sungai letih berjalan mengorek dahaga kaki-kaki teluk.Sayap-sayap camar centil menyambar ombak merebut hati pelangi. Pasir menyelimuti sisa pantai tersentuh telapak pemadu cinta.
Deru mesin kapal tua memutus punggung dermaga, dengan perkasa menarik jaring-jaring lusuh nelayan. Wajah-wajah merahpun berputar-putar dilantai geladak, tangan-tangannya yang kekar melecut udara membelah sungai, gemiricik anak-anak air naik menyusupi pori-pori waktu.
Begitu senja dipeluk sungai merindu malam yang tak mungkin datang esok hari.
Riak air menampar dinding perahu yang berlumut menekuk dayung-dayung kelasa. Capung-capung merah mengintai topi dan ujung kail pemancing, sesekali kakinya mengais lembut air muara yang hangat habis dipeluk bukit. Ujung-ujung sunset menyisir daun kelapa yang menari ditiup angin. Anak-anak sungai letih berjalan mengorek dahaga kaki-kaki teluk.Sayap-sayap camar centil menyambar ombak merebut hati pelangi. Pasir menyelimuti sisa pantai tersentuh telapak pemadu cinta.
Deru mesin kapal tua memutus punggung dermaga, dengan perkasa menarik jaring-jaring lusuh nelayan. Wajah-wajah merahpun berputar-putar dilantai geladak, tangan-tangannya yang kekar melecut udara membelah sungai, gemiricik anak-anak air naik menyusupi pori-pori waktu.
Begitu senja dipeluk sungai merindu malam yang tak mungkin datang esok hari.
Muaro Kasang, 31 Juli 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar